KAJIAN POLKASTRAT : Kebijakan Blunder Pemerintah yang Menyebabkan adanya kongkalingkong Oknum Memperparah Penderitaan Petani Sawit

 


Kelapa sawit merupakan tumbuhan industri sebagai bahan baku penghasil minyak masak, minyak industri, maupun bahan bakar. Indonesia adalah penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia. Saat ini, kelapa sawit Indonesia telah berkembang menjadi  bagian yang paling penting di dunia. Dalam hal produksi minyak sawit, Indonesia saat ini menjadi nomor satu dan telah mengalahkan Malaysia. Dari 64 juta ton produksi sawit dunia, Indonesia menyumbang lebih dari setengahnya yaitu 35 juta ton. Indonesia menyumbang 54 persen dari produksi minyak sawit dunia. Kelapa sawit tidak hanya telah menjelma menjadi penyumbang paling penting devisa negara dari nilai ekspor yang terus meningkat, namun juga menjadi penggerak perkenomian wilayah, menyerap tenaga kerja dan mengentaskan kemiskinan di pedesaan.  Kelapa sawit telah berkembang dari luas 300 ribu ha di tahun 1980 menjadi saat ini 16,1 juta ha (menurut data GAPKI) dengan produksi CPO sebesar 40 juta ton.

Pada tahun 2050 nanti dunia memerlukan tambahan 60-170 juta ton minyak nabati untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang semakin meningkat dan dengan pola konsumsi yang juga berubah. Menghadapi demand yang besar ini, dunia punya pilihan akan memenuhinya dari minyak kedelai atau dari sawit. Artinya, kelapa sawit Indonesia memiliki peluang besar untuk lebih berkembang, sehingga skema usaha dan manajemen perkebunan yang berkelanjutan semakin penting dipeluas penerapannya. Implikasi dari ini, maka dukungan politis dari pemerintah secara nyata sangat dibutuhkan.

Namun yang terjadi sekarang ini malah sebaliknya harga minyak sawit mentah (CPO) turun di sesi pembukaan perdagangan pada hari ini, Kamis (27/4/2022), setelah pemerintah Indonesia memperluas larangan ekspor yang mencakup minyak sawit mentah (CPO), Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil (RBD Palm Oil), dan Refined, Bleached and Deodorized Palm Olein (RBD Palm Olein) dan Used Cooking Oil. Dengan tujuan untuk menjaga jaminan pasokan minyak goreng di dalam negeri. Pelarangan akan berlaku mulai 28 April 2022 sampai batas waktu yang akan ditentukan kemudian. Padahal, harga CPO sempat menanjak selama 3 hari beruntun pada pekan ini. Sekjen Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) Mansuetus Darto mengatakan, kondisi di lapangan berbanding terbalik dari pergerakan harga CPO saat ini. "Dengan harga CPO Rp22,38 juta per ton, seharusnya harga TBS petani itu Rp4.000 per kg. Kan menghitung harga TBS mengacu harga CPO juga. Tapi kondisi saat ini malah merugikan petani. Permainan perusahaan, harga diturunkan," kata Darto kepada CNBC Indonesia, Selasa (26/4/2022).

Memang benar harga sawit beberapa pekan lalu sempat menyentuh harga lebih dari Rp. 3000/kg namun setelah larangan yang disampaikan oleh presiden kita Pak Joko widodo dalam rapat tentang pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat bersama jajaran menteri, pada Jumat sore (22/4/2022), harga minyak sawit langsung terjun bebas sampai ke harga terendah berada pada harga Rp 160/kg di kabupaten muko-muko, Bengkulu, "Harga TBS hari ini turun Rp 50 - Rp 160 per kg dibandingkan dua hari yang lalu. Mudah-mudahan harga sawit kembali naik," kata Kasi Kemitraan dan Perizinan Perkebunan Dinas Pertanian Kabupaten Mukomuko, Sudianto, dalam keterangannya di Mukomuko, Sabtu (23/4/2022). Begitulah kira-kira permasalahan yang sedang panas saat ini. Lantas apa yang menyebabkan harga kelapa sawit itu terjun bebas hingga 70 persen usai Jokowi melarang ekspor bahan baku minyak goreng dan minyak goreng pada Kamis (28/4/2022) lalu.

Alasan pertama yang paling kuat mengapa harga sawit mengalami penurunan yang drastis ini adalah karena larangan ekspor Minyak Sawit Mentah (Crude Palm Oil / CPO). Pengumuman larangan ekspor CPO sudah dilakukan Jokowi sejak pekan lalu. Kebijakan ini Jokowi ungkapkan seusai memimpin rapat tentang pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat bersama jajaran menteri, utamanya yang berkaitan dengan ketersediaan minyak goreng untuk kebutuhan domestik, Jumat sore (22/4/2022). Sehari setelahnya, Jokowi kembali menegaskan bahwa larangan ekspor berlaku untuk CPO dan sejumlah produk turunannya. Aturan teknis pelarangan pun terbit yaitu Peraturan Menteri Perdagangan No 22/2022 tentang Larangan Sementara Ekspor Crude Palm Oil, Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil, Refined, Bleached and Deodorized Palm Olein, dan Used Cooking Oil. Pemerintah memutuskan untuk melarang sementara ekspor kelapa sawit (CPO) dan minyak goreng per 28 April 2022 mendatang. Kebijakan ini lah yang mengakibatkan terjadinya penurunan harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit secara signifikan. Salah satunya terjadi di Riau dan Sumatera Utara yang berkisar 30 hingga 50 persen bahkan ada yang mencapai 70 persen.

Alasan kedua mengapa harga sawit mengalami penurunan adalah kerena beberapa sejumlah petani sawit di Kabupaten Seluma, Provinsi Bengkulu, membiarkan buah membusuk di pohon karena harga jual terjun bebas menjadi Rp950 per kilogram. Menurut salah satu petani sawit, harga tersebut turun drastis jika dibandingkan dengan sebelumnya pada Maret - awal April 2022 yang masih di angka Rp3.230 per kilogram. Para petani memilih membiarkan buah-buah sawit karena harga jual tidak menutup modal panen. "Ada puluhan hektar kebun sawit yang buahnya siap panen tidak dipanen petani karena tidak kembali modal panen," kata Jaurat Nainggolan, petani kelapa sawit di Kecamatan Air Periukan, Kabupaten Seluma, Provinsi Bengkulu, seperti dikutip Kompas.com, Selasa (26/4/2022). Ia menyayangkan anjloknya harga buah sawit terlebih saat menjelang hari raya Idulfitri 1443 hijriah. Ia mengaku kecewa karena petani batal panen karena harga jual yang murah, bahkan buah yang telanjur dipanen, terpaksa dijual dengan harga murah kepada pengepul. "Bagi buah yang terlanjur dipanen maka dijual murah. Sementara buah yang belum dipanen dibiarkan membusuk di batang," ujar Asmadi. Menurut petani, terhitung Rabu (27/4/2022), semua pabrik kelapa sawit di Provinsi Bengkulu tutup alias berhenti beroperasi hingga setelah Lebaran.

Alasan ketiga yang tak kalah serius adalah karena ulah para oknum yang sengaja memanfaatkan kebijakan pemerintah tentang larangan ekspor CPO. Dan juga turunnya harga sawit ini disebabkan oleh kesalahan Pemerintah dan Pengusaha itu sendiri. Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, kondisi saat ini adalah kekacauan yang seharusnya tidak terjadi. Akibat kesalahan pemerintah dan pengusaha. "Harga TBS terlanjur jatuh. Perusahaan hanya pikirkan margin untung memanfaatkan kebijakan pemerintah. Jadi, pengusaha dan pemerintah sama-sama salah," kata Bhima kepada CNBC Indonesia, Selasa (26/4/2022).

Menurut Bhima, anjloknya harga TBS petani adalah reaksi perusahaan sawit mengantisipasi stok bahan baku berlimpah jika larangan ekspor diberlakukan."Ketidakjelasan aturan pemerintah juga dimanfaatkan dengan baik oleh para pengepul tandan buah segar. Pemerintah sendiri tidak jelas apakah yang dilarang ekspor CPO atau RBD olein. Alhasil seluruh CPO dianggap oversupply dan pengepul leluasa menekan harga ditingkat petani. Ini juga menjadi bukti bahwa mata rantai sawit yang paling rentan adalah petani atau pekebun rakyat dan buruh tani," kata Bhima. "Di saat pupuk mahal petani akan jadi sasaran empuk kebijakan pemerintah. Sementara harga minyak gorengnya belum terpantau turun di pasar dan stok curah masih sulit ditemukan," dia menambahkan. Kondisi saat ini, kata Bhima, harus menjadi pelajaran penting. Dimana komunikasi pemerintah harus clear disertai dengan terbitnya Peraturan Menteri Perdagangan atau aturan teknis.

Dengan turunnya harga kelapa sawit Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan syarat bila ingin pelarangan ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan minyak goreng dicabut. Hal itu disampaikan dalam konferensi pers, Rabu (27/4/2022) malam, yang menegaskan pelarangan ekspor CPO dan minyak goreng dalam kanal Youtube Sekretariat Presiden, Jokowi menyampaikan bahwa volume bahan baku minyak goreng yang diproduksi dan diekspor jauh lebih besar dibandingkan dengan kebutuhan dalam negeri sehingga masih ada sisa pasokan yang sangat besar. Menurutnya, apabila semua mau dan punya niat untuk memenuhi kebutuhan rakyat sebagai prioritas, dapat dengan mudah memenuhi kebutuhan dalam negeri. "Ini yang menjadi patokan saya untuk mengevaluasi kebijakan itu. Begitu kebutuhan dalam negeri sudah terpenuhi tentu saya akan mencabut larangan ekspor. Karena saya tahu, negara perlu pajak, negara perlu devisa, negara perlu surplus neraca perdagangan, tetapi memenuhi kebutuhan pokok rakyat adalah prioritas yang lebih penting," tegasnya. 

REFERENSI :

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Kelapa_sawit

https://pse.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php/22-informasi-berita/228-kelapa-sawit-indonesia-semakin-menjadi-andalan-ekonomi-nasional

https://padek.jawapos.com/sumbar/sijunjung/27/04/2022/harga-sawit-turun-drastis-diduga-karena-ekspor-cpo-distop/

https://www.kompas.tv/article/283734/harga-sawit-di-bengkulu-terjun-bebas-jadi-rp950-dari-sebelumnya-rp3-230-per-kilogram

https://www.bengkulunews.co.id/ekspor-cpo-dilarang-harga-sawit-terjun-bebas

https://www.cnbcindonesia.com/news/20220429094217-4-335987/dilarang-jokowi-begini-cerita-lengkap-larangan-ekspor-cpo

https://www.liputan6.com/tag/harga-cpo

https://www.google.com/amp/s/bisnis.tempo.co/amp/1585986/apkasindo-keluhkan-harga-tbs-sawit-turun-karena-larangan-ekspor-cpo

https://pse.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php/22-informasi-berita/228-kelapa-sawit-indonesia-semakin-menjadi-andalan-ekonomi-nasional

https://www.cnbcindonesia.com/news/20220426022539-4-334780/larang-ekspor-minyak-goreng-ri-balik-lagi-ke-zaman-voc

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KAJIAN POLKASTRAT: KORUPSI BANSOS (MENSOS MENTALITAS LELE MENGAIL DI AIR KERUH)

KAJIAN POLKASTRAT: KEBIJAKAN PEMBEBASAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA PROVINSI BENGKULU TAHUN 2021: Siapa yang diuntungkan?