KAJIAN POLKASTRAT : DIMANAKAH NURANI PEMERINTAH MEMBUAT KEBIJAKAN MENAIKKAN BBM YANG MENGAKIBATKAN MASYARAKAT MENDERITA
BBM
adalah singkatan dari “Bahan Bakar Minyak”. Istilah ini sering digunakan untuk
menyebut bahan bakar yang digunakan pada kendaraan mobil dan sepeda motor.
Bahan bakar itu sendiri adalah suatu materi apapun yang bisa diubah menjadi
energi. Biasanya bahan bakar mengandung energi panas yang dapat dilepaskan dan
dimanipulasi. Kebanyakan bahan bakar digunakan manusia melalui proses
pembakaran di mana bahan bakar tersebut akan melepaskan panas setelah
direaksikan dengan oksigen di udara. Peran Bahan Bakar Minyak (BBM) sangat lah
penting dalam kehidupan masyarakat.
BBM
merupakan kebutuhan pokok bagi masyarakat di desa maupun kota baik sebagai
rumah tangga maupun sebagai pengusaha, demikian juga BBM sangat penting bagi
sektor industri maupun transportasi. Konsumsi bahan bakar minyak (BBM) di
Indonesia pada kuartal III 2021 naik 3,19% menjadi 48,59 juta kiloliter
dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Namun di tahun 2022 ini
kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memproyeksikan penggunaan
bahan bakar minyak (BBM) jenis RON 90 atau bensin Pertalite mencapai 23 juta
Kilo Liter (KL). Konsumsi Pertalite hampir 80% diantara BBM jenis Bensin
lainnya seperti Pertamax, Pertamax Turbo dan Premium. Kondisi tersebut telah
terjadi sejak tahun lalu. Saat ini, Pertalite telah menjadi BBM andalan bagi
mayoritas masyarakat Indonesia. Lantas apa yang menjadikan partalite itu
primadona di tahun 2022 ini?
Salah
satu penyebab mengapa partalite itu menjadi primadona di tahun 2022 adalah karena
PT Pertamina telah resmi menaikkan harga jual Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis
Ron 92 atau Pertamax menjadi Rp 12.500 - Rp 13.000 kenaikan tersebut mulai
berlaku pada 1 April 2022. Menurut kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi
Gunawan mengungkapkan, penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan
jalan satu-satunya untuk mengatasi inflasi serta pembengkakan APBN akibat
subsidi. “Harga Pertamax dinaikan karena alasan minyak dunia sebagai variable
terikat minyak yang diimpor oleh Indonesia,” kata Budi, dalam keterangannya,
Jumat (08/04/2022).
Meskipun
Pertamax bukan termasuk BBM yang disubsidi Pemerintah, tetapi secara umum,
penyediaan BBM di dalam negeri, termasuk Pertamax, masih mengandung komponen
subsidi. Sehingga, melatarbelakangi pemerintah untuk menaikkan harga BBM karena
pengeluaran negara untuk subsidi BBM sudah terlalu besar, sehingga diperlukan
adanya pemangkasan agar anggaran negara dapat diaplikasikan kepada sektor lain
seperti sektor pendidikan ataupun kesehatan. Jika mengacu kepada KepMen ESDM No
62/2020, dimana seharusnya dengan menggunakan rata-rata MOPS/Argus 3 bulan
terakhir berada di angka USD 114 per barrel dengan kurs Rp14.350 maka
didapatkan harga dasar sebesar Rp13.298 per liter, kemudian ditambah PPN 10
persen dan PBBKB 5 persen maka didapatkan harga Pertamax sesuai keekonomian
adalah Rp15.292.
Kebijakan
menaikkan harga BBM nonsubsidi sebenarnya sudah memenuhi rasa keadilan, karena
secara umum dapat dikatakan bahwa yang menanggung beban kenaikan harga BBM kali
ini adalah kelas menengah dan atas, bukan masyarakat kelas bawah,” jelas
Budi.Kedua, lanjutnya, kebijakan menaikkan harga BBM nonsubsidi kali ini sudah
memperhitungkan faktor daya beli konsumen, di mana, konsumen kelas menengah dan
kelas atas memiliki daya beli yang lebih tinggi dibandingkan konsumen kelas
bawah. Begitulah sebuah opini atau pendapat
yang diutarakan oleh Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan.
Naiknya
Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Ron 92 atau Pertamax itu juga dikarenakan
beberapa faktor seperti kenaikan harga minyak mentah dunia diketahui alasannya
bahwa pemerintah menaikkan harga pertamax adalah karena mengikuti harga minyak
mentah dunia yang sudah di atas 110 dolar Amerika Serikat per barrel. Selain itu, harga minyak mentah Indonesia atau Indonesian
Crude Palm Oil (ICP) menjadi salah satu alasan mengapa harga Pertamax dinaikkan
menjadi Rp 16.000 per liter. Lalu faktor kedua yang mempengaruhi mengapa
partamax mengalami kenaikkan adalah Imbas ketegangan antara Rusia dan Ukraina, yang dimana dengan adanya
ketegangan peperangan yang terjadi antara Rusia dan Ukraina disebut-sebut
menjadi salah satu faktor, mengapa harga Pertamax di Indonesia naik menjadi
hampir dua kali lipat. Perang yang terjadi antara kedua negara tersebut
memberikan dampak naiknnya harga minyak dunia karena pasokan yang sebagian
besar berasal dari Rusia, terpaksa harus dihentikan.
Lalu
faktor utama yang membuat BBM jenis pertamax itu mengalami kenaikkan adalah
karena harga jual Pertamax lebih rendah dari harga keekonomiannya yang dimana
pihak Lembaga Konsumen Indonesia sebelumnya sudah menghimbau kepada masyarakat,
agar bisa memaklumi jika seandainya pemerintah memberikan keputusan untuk
menaikkan harga BBM jenis pertamax. Hal tersebut karena harga jual BBM jenis
Pertamax sekarang ini ada di harga Rp 9.000 per liter, angka tersebut
diketahui jauh di bawah keekonomiannya
yaitu sebesar Rp 14.526 per liter. Jika pemerintah tetap menahan harga
Pertamax, maka itu akan berpengaruh pada meningkatnya kerugian Pertamina dan
nantinya akan berdampak pada APBN, mengingat Indonesia masih mengimpor bahan
bakar minyak.
Hal
tersebutlah yang kemudian menjadi alasan, menaiknya harga BBM jenis Pertamax
menjadi keputusan yang rasional. Begitulah kira-kira teorinya dan begini
pendapat dari mentri BUMN kita "Pemerintah sudah putuskan, Pertalite masih
disubsidi, kalau Pertamax tidak. Jadi kalau Pertamax naik, mohon maaf,"
kata Erick Thohir dalam acara kuliah umum pada Kamis (31/3/2022), dikutip dari
tayangan Youtube tvOne. Menurut Erick, kenaikan ini juga disebabkan lantaran
Pertamax bukan produk BBM yang disubsidi. Kendati demikian, Erick memastikan
pemerintah masih memberikan subsidi pada bensin pertalite.
Presiden
kita Joko Widodo (Jokowi) pun tak bisa berdiam saja ia menyebut bahwa sudah
menjadi keniscayaan bahwa Indonesia menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).
Dia beralasan, ini dipicu karena kondisi geopolitik internasional dan ekonomi
global yang bergejolak saat ini. Akibatnya, hampir di semua negara mengalami
lonjakan inflasi yang tak terhindarkan, termasuk Indonesia.
Dia
menyebut, inflasi di Amerika Serikat misalnya, kini sudah di angka 7,9% yang
biasanya di bawah 1%. Lalu, inflasi Uni Eropa mencapai 7,5% dari biasanya di
sekitar 1%, begitu juga dengan Turki yang menembus 54%."Angka-angka
seperti ini akan membawa kita yang saya kira sudah kita tahan-tahan agar tidak
terjadi kenaikan (harga), tetapi saya kira situasinya memang tidak
memungkinkan," tuturnya saat memberikan pengantar pada Sidang Kabinet di
Istana Negara, Jakarta, Selasa (05/04/2022). Jokowi menegaskan, tidak mungkin
Indonesia tidak menaikkan harga BBM, terutama bensin non subsidi seperti
Pertamax.
Selain
Pertamax yang mengalami kenaikkan harga, di pertamina saat ini juga sedang
mengalami kelangkaaan bahan bakar minyak jenis Solar. Awal mula BBM jenis solar
ini mengalami kenaikkan itu terjadi di akhir-akhir tahun 2021. PT Pertamina
(Persero) menduga kelangkaan Solar subsidi terjadi lantaran penyelewengan Bahan
Bakar Minyak (BBM) oleh industri besar sawit dan pertambangan. Direktur Utama
Pertamina Nicke Widyawati mengungkapkan porsi Solar subsidi terhadap
keseluruhan penjualan BBM diesel mencapai 93 persen, sedang nonsubsidi hanya 7
persen. Melihat hal itu, pihaknya dan aparat penegak hukum akan memastikan
apakah sebanyak 93 persen penjualan solar subsidi itu mengalir ke industri
besar.
Sebelumnya,
sejumlah daerah melaporkan kelangkaan Solar yakni Bengkulu, Riau, dan Sumatera
Selatan. Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah misalnya, mengungkapkan karena
kelangkaan itu pihaknya mengajukan penambahan kuota subsidi BBM Solar kepada
Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas). Permintaan diajukan
lantaran stok Solar di Bengkulu tidak stabil sehingga menimbulkan antrean yang
panjang. "Pemerintah mengajukan penambahan kuota BBM subsidi jenis solar
agar tidak ada antrean panjang kendaraan di beberapa SPBU," kata Rohidin,
seperti dikutip dari Antara, Senin (28/3).
Badan
Pengatur Hilir Migas (BPH Migas) membeberkan bahwa kelangkaan bahan bakar
minyak (BBM) solar subsidi terjadi disebabkan oleh beberapa faktor. Selain
faktor konsumsi yang meningkat, penimbunan yang dilakukan oleh beberapa oknum
tak bertanggung jawab juga turut menjadi biang kerok BBM jenis ini menjadi
langka. Anggota Komite BPH Migas, Saleh Abdurrahman mengatakan terdapat
berbagai macam bentuk penyelewengan dan modus yang dilakukan para oknum yang
membuat Solar langka di pasaran. Mulai dari proses penimbunan, pengoplosan,
hingga pengisian berulang di Sejumlah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum
(SPBU). "Seperti yang kita lihat di beberapa berita ada temuan-temuan
penimbunan. Kami terus berkoordinasi dengan aparat hukum dalam proses hukum
kasus-kasus tersebut terutama dalam memberikan keterangan ahli," kata
Saleh kepada CNBC Indonesia, Selasa (5/4/2022).
Pertamina
mencatat telah melakukan beberapa temuan-temuan penyelewengan solar subsidi
itu. Diantaranya, sudah dilakukan penangkapan di SPBN (stasiun pengisian BBM
khusus Nelayan) Penajam dan SPBU KM 9 Kota Balikpapan, Kalimantan Timur melalui
Dir Reskrimsus Polda Kaltim, dan berhasil menyita 1,4 Ton lebih solar subsidi.
Sebagai informasi, sepanjang tahun 2021, Pertamina juga telah memberikan sanksi
kepada tidak kurang dari 100 SPBU nakal yang terbukti melakukan penyelewengan,
diantaranya pengisian solar subsidi dengan jeriken tanpa surat rekomendasi,
pengisian ke kendaraan modifikasi, penyelewengan pencatatan atau administrasi,
serta melayani pengisian atau transaksi di atas 200 liter. "Karena ini
sudah tindakan kriminal dan Pertamina sudah bekerja sama dengan aparat hukum
untuk melakukan tindakan. Tetapi memang dibutuhkan koordinasi dan tindakan yang
menyeluruh karena jumlah dari SPBU tentu banyak," kata Eddy. Penindakan seperti
ini terus dilanjutkan Pertamina sampai saat ini.
Dapat
disimpulkan bahwa konsumsi bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia pada kuartal
III 2021 naik 3,19% menjadi 48,59 juta kiloliter dibandingkan dengan periode
tahun sebelumnya. Lantas apa yang menjadikan partalite menjadi primadona di
tahun 2022?. Salah satu penyebabnya adalah karena PT Pertamina telah resmi
menaikkan harga jual BBM jenis Pertamax menjadi Rp 12.500 - Rp 13.000 kenaikan
tersebut mulai berlaku pada 1 April 2022. Naiknya BBM jenis Pertamax itu juga
dikarenakan beberapa faktor seperti kenaikkan harga minyak mentah dunia, lalu
juga disebabkan oleh imbas ketegangan antara rusia dan ukraina. Lalu faktor
utama yang membuat BBM jenis pertamax itu mengalami kenaikkan adalah karena
harga jual Pertamax lebih rendah dari harga keekonomiannya yang dimana pihak
Lembaga Konsumen Indonesia.
Alasan
lainnya dipicu karena kondisi geopolitik
internasional dan ekonomi global yang bergejolak saat ini. Selain Pertamax yang
mengalami kenaikkan harga, di pertamina saat ini juga sedang mengalami
kelangkaaan BBM jenis Solar. Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah misalnya,
mengungkapkan karena kelangkaan itu pihaknya mengajukan penambahan kuota
subsidi BBM Solar kepada BPH Migas. Permintaan diajukan lantaran stok Solar di
Bengkulu tidak stabil sehingga menimbulkan antrean yang panjang. Selain faktor
konsumsi yang meningkat, penimbunan yang dilakukan oleh beberapa oknum tak
bertanggung jawab juga turut menjadi biang kerok BBM jenis ini menjadi langka.
Namun
Pertamina telah memberikan sanksi kepada tidak kurang dari 100 SPBU nakal yang
terbukti melakukan penyelewengan, diantaranya pengisian solar subsidi dengan
jeriken tanpa surat rekomendasi, pengisian ke kendaraan modifikasi,
penyelewengan pencatatan atau administrasi, serta melayani pengisian atau
transaksi di atas 200 liter. Sekarang pihak Pertamina juga sudah bekerja sama
dengan aparat hukum untuk melakukan tindakan atas penyelewengan- penyelewengan
yang terjadi, penindakan seperti ini akan terus dilanjutkan Pertamina sampai
saat ini.
REFERENSI
Komentar
Posting Komentar