KAJIAN POLKASTRAT: KONDISI HUTANG LUAR NEGERI INDONESIA
KONDISI HUTANG LUAR NEGERI INDONESIA
OLEH : DINAS POLKASTRAT BEM FEB UNIB
1.1.Latar Belakang
Negara berkembang seperti Indonesia yang sedang melakukan pembangunan di segala bidang terhambat pada faktor pendanaan. Untuk mempercepat gerak pemerintah dalam melaksanakan pembangunan nasional, maka sumber pendanaan yang digunakan oleh Indonesia adalah salah satunya bersumber dari utang. Penggunaan utang sebagai salah satu sumber pendanaan dalam mempercepat pembangunan nasional digunakan karena sumber pendanaan dari tabungan dalam negeri jumlahnya sangat terbatas, sehingga sebagai sumber pendanaan, utang khususnya utang dari luar negeri sangat dibutuhkan untuk memecahkan masalah pembiayaan dalam pembangunan. Sumber pendanaan yang berasal dari utang menjadi salah satu alternatif biaya pembangunan bagi negara-negara yang sedang berkembang seperti Indonesia (Ramadhani, 2014).
Ketertinggalan infrastruktur dan masalah konektivitas menimbulkan tingginya biaya ekonomi yang harus ditanggung oleh masyarakat hingga rendahnya daya saing nasional. Inilah yang menjadi dasar pemerintah mengakselerasi pembangunan infrastruktur demi mengejar ketertinggalan dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Saat ini pemerintah mengambil kebijakan fiskal ekspansif dimana Belanja Negara lebih besar daripada Pendapatan Negara untuk mendorong perekonomian tetap tumbuh.
Selain mengejar ketertinggalan infrastruktur, kebijakan fiskal ekspasif ini dilakukan untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia melalui alokasi anggaran pendidikan, kesehatan dan perlindungan sosial.
1.2.Jenis – jenis Utang Luar Negeri
Berikut jenis-jenis utang luar negeri dari berbagai aspek yaitu berdasarkan bentuk pinjaman yang diterima, sumber dana pinjaman, jangka waktu peminjaman, status penerimaan pinjaman dan persyaratan pinjaman (Tribroto dalam Ayu, 2016). Berdasarkan bentuk pinjaman yang diterima, pinjaman dibagi atas :
a. Bantuan proyek, yaitu bantuan luar negeri yang digunakan untuk keperluan proyek pembangunan dengan cara memasukkan barang modal, barang dan jasa.
b. Bantuan teknik, yaitu pemberian bantuan tenaga-tenaga terampil atau ahli.
c. Bantuan program, yaitu bantuan yang dimaksudkan untukdana bagi tujuan-tujuan yang bersifat umum sehingga penerimanya bebas memilih penggunaannya sesuai pilihan.
Berdasarkan sumber dana pinjaman, pinjaman dibagi atas :
a. Pinjaman dari lembaga internasional, yaitu merupakan pinjaman yang berasal dari badan-badan internasional seperti World Bank Asia dan Development Bank, yang pada dasarnya adalah pinjaman yang berbunga ringan.
b. Pinjaman dari negara-negara anggota IGGI/IGI, hampir sama seperti pinjaman dari lembaga internasional, hanya biasanya pinjaman ini dari negara-negara bilateral anggota IGGI/IGI. Biasanya berupa pinjaman lunak.
Berdasarkan jangka waktu peminjaman, pinjaman dibagi atas :
a. Pinjaman jangka pendek, yaitu pinjaman dengan jangka waktu sampai dengan lima tahun.
b. Pinjaman jangka menengah, yaitu pinjaman dengan jangka waktu 5-15 tahun.
c. Pinjaman jangka panjang, yaitu pinjaman dengan jangka waktu diatas 15 tahun.
Berdasarkan status penerimaan pinjaman, pinjaman dibagi atas :
a. Pinjaman pemerintah, yaitu pinjaman yang dilakukan oleh pihak pemerintah.
b. Pinjaman swasta, yaitu pinjaman yang dilakukan oleh pihak swasta.
Berdasarkan persyaratan pinjaman, pinjaman dibagi atas :
a. Pinjaman lunak, yaitu pinjaman yang berasal dari lembaga multilateral maupun bilateral yang dananya berasal dari iuran anggota (untuk multilateral) atau dari anggaran negara yang bersangkutan (untuk bilateral) yang ditujukan untuk meningkatkan pembangunan.
b. Pinjaman setengah lunak, yaitu pinjaman yang memiliki persyaratan pinjaman yang sebagian lunak dan sebagian komersial. Pinjaman komersial, yaitu pinjaman yang bersumber dari bank atau lembaga keuangan dengan persyaratan yang berlaku di pasar internasional pada umumnya.
1.3.Kondisi Hutang Luar Negeri Indonesia Saat Ini
Kementerian Keuangan mencatat posisi utang pemerintah sampai akhir Juni 2021 sebesar Rp 6.554,56 triliun. Angka tersebut 41,35 persen dari rasio utang pemerintah terhadap PDB . Posisi utang pemerintah per akhir Juni 2021 berada di angka Rp6.554,56 triliun, dikutip dari Buku APBN KiTa Juli 2021.
Adapun komposisi utang tersebut terdiri dari pinjaman sebesar Rp 842,76 triliun (12,86 persen) dan SBN sebesar Rp 5.711,79 triliun (87,14 persen). Lebih rinci, utang melalui pinjaman tersebut berasal dari pinjaman dalam negeri Rp 12,52 triliun. Sedangkan pinjaman luar negeri sebesar Rp 830,24 triliun. Sementara itu, rincian utang dari SBN berasal dari pasar domestik sebesar Rp 4.430,87 triliun dan valas sebesar Rp 1.280,92 triliun.
Secara nominal, posisi utang Pemerintah Pusat mengalami peningkatan dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Hal ini disebabkan oleh kondisi ekonomi Indonesia yang masih berada dalam fase pemulihan akibat perlambatan ekonomi yang terjadi di masa pandemi Covid-19. Pembiayaan utang di 2021 digunakan sebagai instrumen untuk mendukung kebijakan countercyclical yang dikelola secara prudent, fleksibel dan terukur, terutama untuk menangani Pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional. Strategi untuk memitigasi volatilitas pasar keuangan serta mengelola risiko agar utang tetap terjaga dalam batas aman disiapkan Pemerintah. Salah satunya dengan menjaga komposisi utang yang lebih banyak menggunakan suku bunga tetap (fixed rate) untuk menghindari risiko suku bunga. Pembiayaan utang Pemerintah dikelola dengan baik untuk mendapatkan biaya yang optimal dan risiko yang terkendali. Pemerintah telah melakukan beberapa strategi dalam hal pengelolaan portofolio dan menekan biaya utang untuk menjaga kesinambungan fiskal, antara lain melalui konversi pinjaman dan sinergi dukungan pembiayaan dengan Bank Indonesia.
Kebijakan konversi pinjaman yang telah dilakukan Pemerintah adalah konversi pinjaman US Dolar dengan suku bunga mengambang menjadi Euro dan Yen dengan suku bunga tetap yang rendah mendekati 0 persen. Total pinjaman yang telah dikonversi selama periode 2019 sampai dengan akhir Semester I 2021 telah mencapai USD 6,9 juta. Di samping itu, sinergi Pemerintah dengan Bank Indonesia melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia turut membantu memenuhi kebutuhan pembiayaan selama pandemi. Mekanisme burden sharing (SKB II) yang dilakukan pada tahun 2020 untuk pembiayaan public goods dan non public goods sangat signifikan menekan bunga utang Pemerintah. Begitu pula implementasi SKB I yang menjadi dasar peran Bank Indonesia sebagai stand by buyer pembelian SBN di pasar perdana di tahun 2020 dan 2021, yang berkontribusi dalam memenuhi target pembiayaan serta mengendalikan biaya pada saat penerbitan.
1.4.Dampak Hutang Luar Negeri Bagi Perekonomian
Secara normatif, setiap utang luar negeri digunakan Indonesia untuk belanja pembangunan. Harapannya, ikut membiayai berbagai proyek pembangunan dan menciptakan pertumbuhan ekonomi yang terindikasi dengan naiknya nilai PDB dan menciptakan lapangan pekerjaan, yang pada gilirannya dapat berkontribusi menurunkan angka kemiskinan. Dalam praktiknya, utang luar negeri tidak semuanya dibelanjakan untuk belanja pembangunan. Sebagian utang malah dipakai untuk menutup cicilan utang pokok dan bunganya. Penelitian Hernatasa (2004) menemukan adanya Fisher Paradox, situasi dimana semakin banyak cicilan utang luar negeri dilakukan, semakin besar akumulasi utang luar negerinya. Kondisi serupa dikemukakan oleh peneliti lain bahwa cicilan plus bunga utang luar negeri secara substansial dibiayai oleh utang baru sehingga terjadi net transfer surnber-sumber keuangan dari Indonesia ke pihak pihak kreditur asing (Swasono dan Arief, 1999).
Kondisi tersebut tentu tidak menguntungkan. Hal ini karena sebagian besar dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang diharapkan dapat menggerakkan perekonomian ternyata tersedot oleh pengeluaran rutin yang sebagian besar teralokasi pacta cicilan pokok dan bunga utang. Utang yang sasaran utamanya untuk menunjang pembangunan dan pertumbuhan ekonomi akan menjadi beban pemerintah saat melakukan pembayaran utang tersebut. Pembayaran cicilan pokok dan bunga utang luar negeri berpengaruh terhadap perekonomian karena pada kondisi tertentu pembayaran cicilan tersebut dapat menimbulkan dampak negatif terhadap perekonomian sehingga menghilangkan kontribusi positif dari utang luar negeri. Utang luar negeri diperlukan untuk memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi seperti dengan cara meningkatkan produksi (PDB), memperluas kesempatan kerja dan rnernperbaiki neraca pembayaran. Namun, apabila utang digunakan secara tidak wajar maka kemungkinan utang tersebut akan berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi bahkan mengancam kestabilan makroekonomi negara. Kondisi utang luar negeri Indonesia baik dari sisi kualitas maupun kuantitasnya tentu tidak lepas dari kondisi perekonomian sebelumnya. Dengan kata lain, buruknya kinerja perekonornian di tahun-tahun sebelumnya bisa jadi sebagai pendorong munculnya masalah utang luar negeri dewasa ini.
Adanya utang luar negeri menimbulkan dampak bagi negara Indonesia. Dampak ini dapat dilihat dari 2 sisi, yaitu sisi positif dan sisi negatif. Dampak positif dari utang luar negeri yaitu terhadap pembangunan ekonomi dan peningkatan tabungan domestik. Dalam jangka pendek, utang luar negeri sangat membantu pemerintah Indonesia dalam upaya menutup defisit anggaran pendapatan dan belanja negara, yang diakibatkan oleh pembiayaan pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan yang cukup besar. Sedangkan untuk dampak negatif dari utang luar negeri yaitu timbulnya krisis ekonomi yang makin lama makin meluas dan mendalam. Pemerintah akan terbebani dengan pembayaran utang tersebut sehingga hanya sedikit dari APBN yang digunakan untuk pembangunan. Cicilan bunga yang makin memberatkan perekonomian Indonesia karena utang luar negeri negara Indonesia selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahunnya. Selain itu, dalam jangka panjang utang luar negeri dapat menimbulkan berbagai macam persoalan ekonomi negara Indonesia, salah satunya dapat menyebabkan nilai tukar rupiah jatuh (Inflasi) dan yang pasti akan mengakibatkan ketergantungan dari penerima bantuan (dalam negeri) terhadap pemberi bantuan (luar negeri). Oleh karena itu Pemerintah diharapkan untuk melakukan pembatasan jumlah utang luar negeri, dimana dalam jangka panjang dapat memberikan dampak negatif terhadap perkembangan ekonomi dalam negeri. Sehingga fenomena ini memberikan gambaran pengaruh besarnya pertumbuhan ekonomi terhadap besarnya pertumbuhan utang luar negeri di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Al faqir,Anisyah.(2021)”Utang Indonesia bengkak Rp6.554 Triliun, Ini Rinciannya”, https://m-merdeka-com.cdn.ampproject.org/v/s/m.merdeka.com/amp/uang/utang-indonesia-bengkak-rp6554-triliun-ini rinciannya.html?amp_gsa=1&_js_v=a6&usqp=mq331AQKKAFQArABIIACAw%3D%3D#amp_tf=Dari%20%251%24s&aoh=16307404673476&referrer=https%3A%2F%2Fwww.google.com&share=https%3A%2F%2Fwww.merdeka.com%2Fuang%2Futang-indonesia-bengkak-rp6554-triliun-ini-rinciannya.html, diakses pada 10 September 2021 pukul 08.10 WIB.
Anggraeni,Rina.(2020)”Terungkap begini cara pemerintah mengembalikan utang luar negeri yang terus numpuk”,
https://ekbis.sindonews.com/read/250676/33/terungkap-begini-cara-pemerintah-mengembalikan-utang-luar-negeri-yang-terus-numpuk-1606709484, diakses pada 10 September 2021 pukul 09.00 WIB.
https://www.kemenkeu.go.id/menjawabutang, diakses pada 9 september pukul 23.45 WIB.
Junaedi,Dedi.(2018).” HUBUNGAN ANTARA UTANG LUAR NEGERI DENGAN PEREKONOMIAN DAN KEMISKINAN: KOMPARASI ANTAREZIM PEMERINTAHAN”, file:///C:/Users/ASUS%20series/Downloads/154-Article%20Text-2338-1-10-20181109.pdf, diakses pada 10 September pukul 07.30 WIB.
Komentar
Posting Komentar