KAJIAN POLKASTRAT: KORUPSI BANSOS (MENSOS MENTALITAS LELE MENGAIL DI AIR KERUH)

                                  MENSOS MENTALITAS LELE MENGAIL DI AIR KERUH 

(Memotong hak-hak masyarakat yang tidak mampu yang membutuhkan sokongan untuk bisa bertahan hidup di masa-masa krisis akibat pandemic covid-19)

“ KORUPSI BANSOS”



1.1.Latar Belakang 

Di tengah upaya pemerintah menggelontorkan dana dan segala tenaganya guna mengatasi dampak berat hantaman pandemi Covid-19, dengan tega ada segelintir orang yang justru memanfaatkan situasi dengan “Makan uang” rakyat alias korupsi. Korupsi adalah penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Yang lebih ironi, dana yang di korupsi adalah dana bantuan sosial (bansosCovid-19 yang notabene adalah hak rakyat kecil yang benar-benar susah dan 'tercekik' kondisi ekonomi akibat pandemi. Berawal dari penangkapan pejabat Kemensos, akhirnya korupsi bansos Covid-19 terbongkar hingga libatkan sang mantan Menteri Sosial (mensos) Juliari P Batubara. Hingga kini, sidang lanjutan bansos Covid-19 ini masih terus berjalan. Sejumlah nama pun telah terseret. Sebelum kasus korupsi bansos COVID-19, sudah banyak kasus korupsi bansos terjadi, terutama di level pemerintah daerah (pemda). Ini menunjukkan ada permasalahan struktural dalam pengelolaan dana yang rawan politisasi dan korupsi ini. 

1.2.Masalah dalam pengelolaan bansos

Merujuk pada peraturan-peraturan yang berlaku, bansos secara sederhana adalah pemberian uang, barang atau jasa oleh pemerintah pusat atau daerah kepada individu, keluarga, kelompok atau masyarakat guna melindungi masyarakat dari kemungkinan terjadinya risiko sosial.

Secara umum, mekanisme pengelolaan bansos dibagi dalam tiga tahap: penganggaran, pelaksanaan, dan pelaporan. Permasalahan dalam program bansos paling sering terjadi pada tahap penganggaran dan pelaksanaan bansos dua dari tiga tahap pemgelolaan bansos. Dalam tahap penganggaran, kementerian, lembaga atau pemda menetapkan daftar penerima bansos. Dalam konteks bansos COVID-19, Kementerian Sosial (Kemensos) melakukan penetapan berdasarkan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS)  yang berisikan data 40% penduduk termiskin di Indonesia. Penetapan penerima juga dapat dilakukan berdasarkan hasil seleksi atas usulan tertulis yang masuk dari calon penerima bansos. Ini umumnya berlaku di pemda untuk bansos berbentuk barang/jasa.

Adapun masalah dalam pengelolaan bansos setidaknya ada 3 sbb :

1.    Masalah pertama terjadi pada akurasi data acuan penetapan penerima bansos

Kemensos sendiri mengakui bahwa DTKS terakhir diperbaharui secara masif pada 2015, sementara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan berbagai permasalahan terkait DTKS seperti data tumpang tindih tidak lengkap, dan duplikasi jutaan data.

2.    Masalah kedua adalah bansos rentan dimanfaatkan untuk kepentingan politik.

Ketidakakuratan data ditambah kewenangan kepala daerah yang besar dalam penentuan penerima bansos mendorong kolusi terjadi dalam pembagian bansos: bansos dibagikan berdasarkan pertimbangan politik dan elektoral ketimbang kebutuhan nyata masyarakat. Pada tahap penyaluran, bansos dalam bentuk uang diberikan secara tunai maupun lewat transfer ke rekening bank penerima bansos atau bank penyalur. Adapun penyaluran bansos dalam bentuk barang didahului dengan proses pengadaan barang/jasa untuk kemudian diberikan secara langsung kepada penerima bansos. Metode inilah yang digunakan Kemensos  untuk penyaluran bantuan bahan pokok COVID-19 bernilai puluhan triliun rupiah yang kemudian bermasalah.

3.    Masalah ketiga pelaksanaan bansos adalah korupsi pengadaan.

Dalam korupsi bansos COVID-19, kontraktor pengadaan diduga memberikan “upah” kepada pejabat di Kemensos atas penunjukkan sebagai penyedia paket-paket bansos pandemi. Selain itu, proses penyaluran bansos juga menyimpan masalah lain.

 

1.3.Akar Masalah

Masalah politisasi dan korupsi bansos tidak semata-mata disebabkan oleh kelemahan prosedur.Akarnya ada pada dua hal yang saling berkaitan, yaitu pola hubungan patron-klien yang masih dominan dalam struktur masyarakat, dan politik biaya tinggi dalam sistem demokrasi Indonesia.Pola hubungan patron-klien adalah satu karakteristik masyarakat tradisional agraris.Dalam hubungan ini, seorang patron yang taraf sosio-ekonominya lebih tinggi menggunakan pengaruh dan sumber dayanya untuk memberikan perlindungan atau manfaat kepada klien yang status sosialnya lebih rendah, dengan imbal balik berupa dukungan personal kepada sang patron.Pola yang informal dan timbal-balik ini mengakar dan tidak lenyap dengan datangnya era demokrasi elektoral.

Ajang kompetisi demokrasi justru menjadi semacam sarana bagi hidupnya politik klientelistik. Patron-patron baru, yaitu para politikus yang berkompetisi dalam ajang pemilihan umum, berupaya untuk mendapatkan dukungan suara dari pemilih (klien) lewat pemberian materi baik itu berupa uang, barang, maupun jasa.Politikus yang memiliki akses ke sumber daya keuangan publik dapat menggunakan bansos, misalnya, untuk memperoleh dukungan suara dari pemilih.

Ada beberapa alasan mengapa klientelisme bertahan - bahkan berkembang - di tengah perubahan sosial.Salah satunya adalah kemiskinan. Masyarakat miskin lebih cenderung menerima pemberian materi yang tidak seberapa dari para politikus ketimbang menuntut kebijakan yang lebih komprehensif atas permasalahan yang mereka hadapi.Sementara itu, iklim politik biaya tinggi di Indonesia menuntut modal besar dari politikus untuk membiayai pencalonan dan kampanye politik. Korupsi anggaran publik, termasuk bansos, menjadi satu jalan untuk memenuhi tuntutan ini.Mahalnya biaya politik di Indonesia disebabkan antara lain oleh mahar tinggi yang diminta partai politik sebagai salah satu syarat pencalonan, biaya kampanye yang tinggi karena kandidat harus menggerakkan mesin politik pribadi, dan lemahnya pelembagaan pembiayaan politik.

 

1.4.Dampak Korupsi Bansos

Kasus korupsi Bansos dan potensi kasus lainnya akan berdampak pada semakin lamanya pemulihan ekonomi di masyarakat. Salah satu dampak terbesar dari pandemi COVID-19 bagi Indonesia adalah ekonomi, buktinya negara dengan penduduk terbesar ke-empat di dunia ini mengalami resesi atau kemunduran ekonomi lagi setelah sebelumnya terjadi pada krisis keuangan pada tahun 1998.

Hal ini terjadi karena rendahnya konsumsi masyarakat yang menurun penghasilannya dikarenakan aktivitas yang terganggu pandemi. Konsumsi rumah tangga sendiri merupakan kontributor hampir 60% pada ekonomi Indonesia pada tahun lalu. Korupsi jelas menimbulkan dampak negatif. Di antara penyebab paling umum korupsi adalah lingkungan politik dan ekonomi, etika profesional dan moralitas, serta kebiasaan, adat istiadat, tradisi dan demografi. Korupsi menghambat pertumbuhan ekonomi dan memengaruhi operasi bisnis, lapangan kerja, dan investasi. Korupsi juga mengurangi pendapatan pajak dan efektivitas berbagai program bantuan keuangan. Tingginya tingkat korupsi pada masyarakat luas berdampak pada menurunnya kepercayaan terhadap hukum dan supremasi hukum, pendidikan dan akibatnya kualitas hidup, seperti akses ke infrastruktur hingga perawatan kesehatan

Secara ringkas, dampak korupsi dapat dirasakan dalam berbagai bidang antara lain : 

o   Dampak ekonomi 

o   Dampak sosial dan kemiskinan masyarakat 

o   Dampak birokrasi pemerintahan 

o   Dampak politik dan demokrasi 

o   Dampak terhadap penegakan hukum 

o   Dampak terhadap pertahanan dan keamanan 

o   Dampak kerusakan lingkungan 

Meski studi tentang korupsi terus berjalan, namun belum ada solusi pasti dalam memberantas korupsi hingga saat ini. Sebab, suatu cara menangani korupsi bisa efektif di satu negara atau di satu wilayah tapi belum tentu berhasil di negara lain.


1.5.Upaya Perbaikan Pengelolaan Bansos

Kuatnya aspek politik menegaskan pentingnya solusi yang tidak berkutat pada aspek teknis prosedur saja. Selain penyempurnaan berkelanjutan atas DTKS sebagai salah satu dasar alokasi bansos dan pengadopsian penyaluran berbasis digital/transfer ketimbang tunai, terdapat dua hal yang penting untuk dilakukan.

Pertama adalah membangun pengetahuan masyarakat terkait dengan penganggaran publik (budget literacy) guna meningkatkan partisipasi masyarakat dalam proses penganggaran. Pencerdasan ini penting tidak hanya untuk menyadarkan mayarakat akan hak-hak terkait anggaran, namun juga menumbuhkan sikap kritis mereka selaku pemilih sehingga menghindari pembelian dukungan suara lewat penyalahgunaan anggaran publik. Masyarakat perlu diajak turut serta mengawal anggaran publik lewat inisiatif seperti citizen audit yang memungkinkan masyarakat terlibat dalam proses pemeriksaan keuangan negara yang dilakukan oleh lembaga pemeriksa negara.

Kedua, perlu ada upaya serius untuk menciptakan sistem pembiayaan politik yang efektif, transparan, dan akuntabel sehingga penyalahgunaan anggaran untuk membiayai kegiatan politik dapat diminimalisir. Studi menunjukkan bahwa pengaturan pembiayaan politik di Indonesia saat ini tidak berfungsi karena partai politik mengabaikan peraturan-peraturan tersebut, dan maraknya donasi gelap dan perilaku korupsi untuk mendanai kegiatan politik. Ke depan, kerangka pembiayaan politik melalui donasi masyarakat atau pembiayaan negara perlu diterapkan secara lebih efektif.

Referensi:

https://www.kompas.com/skola/read/2019/12/11/185540869/korupsi-pengertian-penyebab-dan-dampaknya?page=all.

https://www.alinea.id/kolom/pengentasan-kemiskinan-berjalan-lamban-b1Us29o3

https://theconversation.com/masalah-korupsi-dan-politisasi-bansos-berakar-pada-budaya-dan-sistem-politik-indonesia-153475

https://theconversation.com/peneliti-berikan-strategi-untuk-hindari-terjadinya-korupsi-bansos-yang-berdampak-negatif-pada-ekonomi-151677

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KAJIAN POLKASTRAT: KEBIJAKAN PEMBEBASAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA PROVINSI BENGKULU TAHUN 2021: Siapa yang diuntungkan?